Fix! Jadi anak-anak itu memang enak. Mau main, tinggal main. Mau makan, tinggal ambil. Bangun tidur bisa langsung nonton kartun. Sore hari setelah mandi, berangkat ngaji. Malemnya, bisa tidur nyenyak sampai pagi. Nggak ada tuh, malem-malem bingung mikirin beban hidup. Apalagi sampai over thinking ngurusin hidup orang lain. Asal semua kebutuhan dan kegiatan yang saya sebutkan di atas terpenuhi dan terlaksana dengan paripurna, yang ada kita mah, happy-happy aja.
Berangkat sekolah seneng. Di sekolah masih bisa haha-hihi dan ngobrol sana-sini. Topik obrolan kita pun waktu itu masih terbilang sangat ringan. Pol-polan juga hanya seputar hobi dan acara televisi.
Kalau sekarang? Bahasannya masa depan dan pencapaian, gaes. Berat.
Nggak heran, misal otak sudah terlalu jenuh dengan urusan-urusan orang dewasa, kadang momen-momen masa kecil itu bisa melintas di pikiran saya. Apalagi memori saat jadi bocah berseragam putih merah. Banyak banget yang memorable dan bikin seneng. Kalau diinget-inget, ya, sebenarnya peristiwa yang saya alami semasa SD sangatlah sederhana. Tapi bisa bikin bahagia.
MOMEN-MOMEN YANG BERKESAN SAAT SD
1. Kelas satu dan kelas dua gurunya sama.
Kalau saya tidak salah ingat, nama lengkap beliau adalah Pak Hendro Sunaryo. Guru kelas yang mengajar saya selama dua tahun berturut-turut, karena beliau memegang dua kelas sekaligus.
Saya kurang tahu kapan tepatnya beliau diamanahi menjadi wali kelas satu dan kelas dua secara bersamaan, tapi sepanjang yang saya tahu, sebelum saya masuk SD pun, Pak Naryo ini sudah dikenal menjabat sebagai guru sekaligus wali kelas satu dan kelas dua.
Untuk mempermudah beliau dalam mengajar, jam masuk dari dua kelas ini dibuat berbeda. Kelas satu dimulai dari pukul tujuh hingga pukul sembilan (atau sepuluh, saya agak lupa), kemudian anak-anak kelas dua, akan masuk setelahnya. Yaitu sekitar pukul sembilan atau sepuluh, hingga pukul dua belas siang.
Dua tahun menjadi anak didik Pak Naryo, alkhamdulillah saya bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Di kelas satu jadi makin pinter membaca dan menulis, sementara di kelas dua, ilmu penjumlahan dan pengurangan makin saya kuasai. Bonusnya, selama enam catur wulan duduk di kelas satu dan kelas dua, saya selalu mendapat peringkat satu – dua, satu – dua. Hahaha *senyum kecongkakan*
2. Jajanan murah – uang saku cuma 200 rupiah.
Sebagai generasi 90an, uang saku saya dulu selama duduk di bangku sekolah dasar itu seringnya hanya 200 rupiah. Kalau mau lebih, ya, sering-seringlah menginap di rumah mbah. Karena dari orang tua yang saya panggil sebagai mbah kakung dan mbah putri ini, biasanya mengalir dana tak terduga yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan uang jajan sehari-hari. Mulai dari jajan permen seharga lima puluh rupiah, hingga jajanan yang terbilang cukup prestige untuk kalangan anak SD di sekolah saya waktu itu, yaitu sebungkus nasi megono dengan harga tiga ratus rupiah.
Modal 300 rupiah udah bisa bikin perut begah, lho! Sumpah!
3. Ada bazar buku. Eh, nemu komik siksa neraka.
Beberapa hari sebelum bazar buku dimulai, biasanya akan ada bapak-bapak yang datang dan membagikan kertas selebaran di sekolah. Selebaran yang setara dengan kertas ukuran A4 dibagi tiga ini berisi daftar judul serta harga buku yang akan dijual selama acara bazar berlangsung. Dari sekian banyak judul buku, yang paling saya ingat tentu saja komik legend berjudul siksa neraka.
Seingat saya, harganya dulu sekitar 1000 atau 2000 rupiah. Dengan ukurannya yang cukup kecil dan jumlah halaman yang bisa dibilang tipis, harga segitu worth it-worth it aja. Apalagi kan target marketnya juga anak-anak SD. Jadi misal dijual dengan harga yang lebih mahal, kayaknya akan susah laku karena peminatnya sedikit.
4. Imunisasi a.k.a suntik vaksin yang katanya kayak digigit semut.
Enam tahun berstatus sebagai murid SD, sepertinya saya pernah mengalami dua kali program imunisasi di sekolah. Dan itu, sepertinya juga terjadi saat saya duduk di kelas satu dan kelas dua.
Sebagai junior yang masih polos dan belum begitu paham dunia per-imunisasi-an, sebelum hari H pemberian vaksin, tentu kami sering ditakut-takuti oleh kakak kelas yang jauh lebih berpengalaman. Yang paling sering dan paling saya ingat, jelas sebuah kalimat bernada menyeramkan dengan embel-embel; HEH, NANTI PAS IMUNISASI BAKAL DISUNTIK, LHO!
Namanya anak kecil, mendengar kata “disuntik” tentu sempat menimbulkan sedikit was-was di pikiran. Untungnya, saat di rumah saya sempet nanya ke kakak dan orang tua.
Tahu apa jawaban mereka? Yak, betul!
NGGAK SAKIT KOK, CUMA KAYAK DIGIGIT SEMUT. MAK CENGKRING, GITU, TOK.
Ya, jawaban ini nggak sepenuhnya salah. Karena setelah berhasil disuntik vaksin dan merasakan sensasi "mak cengkring", bener sih, rasanya kayak digigit semut. TAPI LEBIH SAKIT, WOY!
Nggak jarang, banyak dari temen-temen saya yang tiba-tiba nangis atau bahkan kabur karena nggak mau disuntik vaksin oleh petugas. Untung cuma ngumpet atau lari-larian di sekitar sekolah. Lah, kalau kaburnya sampai ke Surabaya kan bisa berabe? Apa iya harus nyari tempat vaksin Surabaya dulu biar mereka mau dan lolos imunisasi?
Kalau dulu mah, susah. Tapi sekarang, mau nyari tempat vaksin macam ini bisa lebih praktis dan mudah pakai banget. Kenapa? Karena saat ini telah tersedia aplikasi bernama Halodoc. Halodoc merupakan aplikasi yang bisa membantu para penggunanya untuk mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan secara mudah dan cepat hanya dengan menggunakan gawai yang mereka punya. Jadi, bisa hemat waktu dan….yah, segampang itu.
Layanan yang ditawarkan oleh Halodoc juga sangat komplit. Mulai dari konsultasi daring via chat, beli obat, buat janji dengan dokter, hingga cek laboratorium di rumah. Yang nggak kalah keren, ada lebih dari 16 ribu dokter yang sudah bergabung di aplikasi kesehatan ini. Bisa banget ini mah, kalau mau konsultasi daring sambil rebahan…
5. Ikut lomba di tingkat kecamatan.
Ini momen paling bikin seneng. Selain bisa “kabur” dari tanggung jawab dunia persekolahan (baca; belajar, belajar, dan ulangan), ikut lomba itu bisa menjadi salah satu kesempatan untuk mendapatkan uang jajan tambahan.
Pertama, jelas dari orang tua. Biasanya saat saya mau lomba, bapak akan memberikan uang jajan yang lumayan bisa buat hedon sekaligus foya-foya di lokasi lomba.
Kedua, tentu saja datang dari pihak sekolah. Dengan kedok amplop bernama uang transport, lembaran-lembaran rupiah yang saya terima, siap saya habiskan untuk menikmati jajanan pemuas nafsu duniawi.
Ya, kalau mau serius, sebenernya kesenangan yang saya dapat nggak hanya dua itu. Kesenangan yang paling berkesan, tentu saja saat saya berhasil membawa nama sekolah berada di daftar juara. Belum banyak sih. Karena dari beberapa lomba yang saya ikuti, baru dua cabang lomba yang sukses saya menangkan. Juara III lomba mata pelajaran IPA dan juara harapan II untuk lomba pramuka. Alkhamdulillah. Senengnya sampai ke ubun-ubun pakai banget waktu itu :)
____________________________________________________________
Jadi, apa momen berkesan versi kamu saat menjadi anak SD dulu?