Cerita dari Kawah Candradimuka Gunung Lawu
Senin, Juli 23, 2018
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
“Ceklek!”
Suara dari pintu kamar kost yang sudah
terkunci menjadi pertanda langkah awal saya untuk melakukan ‘blusukan’ ke kawasan
Gunung Lawu pagi itu. Dengan mengucap bismillah, membaca doa keluar rumah, serta
doa naik kendaraan di dalam hati, tangan kanan saya mulai menarik gas sepeda motor
menuju Kecamatan Tawangmangu yang berada di kaki Gunung Lawu.
Kurang lebih pukul 05.45 pagi.
Sepeda motor yang aki-nya sudah tidak soak
ini, saya belokkan ke salah satu warung yang menjual aneka jajanan pasar dan
nasi bungkus di pinggir jalan. Satu bungkus nasi rames bersayur oseng tempe, 2
buah tahu isi, serta 5 biji kurma yang terbungkus plastik mika, menjadi bekal
saya untuk melakukan perjalanan ke Kawah Candradimuka Gunung Lawu. Setelah ‘belanjaan’
selesai dihitung total, satu lembar uang sepuluh ribuan saya bayarkan kepada
ibu penjual. Alkhamdulillah, masih kembali dua ribu rupiah :)
Nasi rames, tahu isi, serta kurma yang saya
beli, kemudian dimasukkan ke dalam plastik kecil berwarna hitam dan siap
berubah menjadi amunisi – amunisi pengisi energi, selama perjalanan ke Gunung
Lawu nanti.
“Maturnuwun, buk”
“Nggih, mas, sami –
sami.”
Ucapan terimakasih yang dibarengi dengan
senyum ramah sang ibu penjual jajanan mengantarkan saya untuk melanjutkan
perjalanan. Sembari menyalakan mesin sepeda motor, saya berdo’a, semoga agenda
jalan – jalan kali ini saya tidak mengalami kejadian receh yang bisa menambah
waktu tempuh, seperti saat trekking ke Bukit Mongkrang beberapa bulan lalu.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, meskipun
jalur yang akan saya lalui menuju Kawah Candradimuka nanti (katanya) juga cukup
ringan, saya tak mau asal jalan dengan kondisi badan yang kekurangan pangan
energi. Ya, karena saat ke Bukit Mongkrang dulu, perut hanya saya isi dengan
satu bungkus jenang sumsum seharga tiga ribu. Alhasil, sebuah ‘tragedi receh’
pun saya alami ditengah jalan. He…
Let’s Go…
Setelah 1 jam perjalanan, sampailah saya di
rumah Mas Wakhid untuk beristirahat dan menikmati ‘amunisi energi’ yang saya
beli. Bersyukurnya lagi, menu sarapan pagi itu masih ditambah dengan nasi opor
ayam hangat yang sudah disediakan oleh sang empunya rumah. Alkhamdulillah…
Maka nikmat Tuhan kamu
yang manakah yang kamu dustakan?
Sarapan selesai, perjalanan ke Kawah
Candradimuka Gunung Lawu pun, dimulai. Berisikan tiga orang manusia, rombongan kali
ini akan melakukan survei kecil – kecilan dari basecamp pendakian Cemoro Kandang, Pos 2 “Tamansari Atas”, hingga
ke tujuan utama, yakni Kawah Candradimuka, yang menjadi kawah aktif dari Gunung
Lawu.
Sedikit informasi yang sempat saya baca dari
beberapa sumber di internet, Gunung Lawu sejatinya merupakan gunung berapi yang
masih mengalami fase ‘tidur panjangnya’. Ini artinya, Gunung Lawu masih memiliki kemungkinan untuk meletus lagi
di kemudian hari. Gunung yang masuk ke daftar 7 puncak
tertinggi di tanah Jawa ini tercatat pernah mengalami beberapa kali letusan,
dan letusan terakhir terjadi sekitar tahun 1885 silam.
Hmmm, semoga kamu masih betah berlama – lama dengan status ‘istirahatmu’ ya, Lawu…
Hmmm, semoga kamu masih betah berlama – lama dengan status ‘istirahatmu’ ya, Lawu…
Kembali ke cerita menuju Kawah Gunung Lawu, setelah
membayar tiket kepada petugas, kami bertiga mulai berjalan santai dari basecamp Cemoro Kandang. Berbeda dengan
jalur pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu, dimana hampir 90% jalanan sudah
dilengkapi dengan susunan bebatuan, sebagian besar jalan di jalur Cemoro Kandang
didominasi dengan trek tanah. Jadi, waspada saja dengan debu – debu cosmic yang berterbangan kesana kemari dan
tertawa, ketika terinjak kaki, ya, terutama saat melakukan pendakian di musim
kemarau seperti akhir – akhir ini.
Selang 25 menit melangkahkan kaki dari basecamp, kami melewati jalan bercabang
yang menjadi akses menuju ke Air Terjun Studio Alam. Sebuah air terjun yang
terkenal dengan keindahan lumut serta tebing bebatuan berwarna putihnya.
Berhubung tujuan utama kami bukan disini, jadi, lanjut jalan lagi…
Sebuah papan peringatan yang tertempel di Pos 1 'Tamansari Bawah'
Satu jam berjalan santai, kami bertiga
akhirnya sampai di Pos 1 “Tamansari Bawah” yang berada di ketinggian 2.167 meter
di atas permukaan laut. Setelah 10 menit beristirahat dan minum, kami
melanjutkan perjalanan menuju ke Pos 2. Dengan trek yang masih sama (tanah
berdebu), Pos 1 hingga Pos 2 kami tempuh dengan waktu ±40 menit.
Jalur Menuju Kawah
Candradimuka Itu…
Waktu yang kami gunakan untuk beristirahat di
Pos 2 juga tidak terlalu lama. Setelah tenaga dirasa pulih dan siap digunakan
untuk survei jalur menuju Kawah Candradimuka Gunung Lawu, kami bertiga mulai
berjalan ‘turun’ melewati papan penunjuk dengan warna kuning yang mulai memudar
karena termakan usia dan faktor cuaca.
Papan penunjuk menuju Kawah Candradimuka yang berada di sekitar Pos 2
Beberapa meter di awal, jalanan menuju kawah masih
bersahabat. Baru setelah itu….
Beuh! Ngeri – ngeri semriwing…
Kemiringan tebing yang harus dilewati bisa
dikatakan menyentuh angka 90 derajat. Benar – benar lurus vertikal ke bawah dan
sebelah kanan jalan langsung bertemu dengan jurang yang menuju ke kali mati di sekitar
Kawah Gunung Lawu. Meskipun saat saya dan rombongan datang kesini sudah
tersedia tali untuk mempermudah akses turun maupun naik, tetap saja dibutuhkan
kehati – hatian saat melewatinya.
Berdasarkan pengalaman dan pendapat pribadi,
trek paling susah dan cukup berbahaya menuju ke Kawah Candradimuka Gunung Lawu,
ya, dari Pos 2 hingga ke aliran kali mati yang berada di bawah tebing ini.
Setelah itu, insyaallah aman, karena kita hanya akan melewati kali yang
dipenuhi dengan bongkahan – bongkahan batu berukuran lumayan besar.
Di sepanjang aliran kali mati ini, kita akan
menjumpai beberapa genangan serta aliran air dengan debit yang cukup kecil.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh tim dari Seksi Pengelolaan Laboratorium
BPPTKG Yogyakarta pada bulan September 2016 lalu, air di kali mati bersifat
asam, dengan kadar pH antara 1 – 2, serta suhu antara13,5 – 53,0OC.
Saat tim ini melakukan penelitian, mereka juga menemukan aliran air dengan
warna putih kebiruan. Namun saat saya dan rombongan mencoba kesini, kami hanya
melihat aliran serta genangan air bening yang sedikit berwarna biru serta
kuning.
Suara desusan angin yang keluar dari sekitaran
kawah semakin terdengar jelas ketika kami mulai mendekati titik Kawah Candradimuka
Gunung Lawu. Pun begitu dengan bau belerang yang akan semakin tercium oleh
hidung.
Setelah 40 menitan berjalan menuruni tebing
serta melewati aliran kali mati, kami bertiga sampai di Kawah Candradimuka.
Kepulan asap, suara angin, serta bau belerang yang keluar dari dalam Gunung
Lawu menjadi tanda akhir dari perjalanan saya dan teman – teman setelah berjalan kaki sejauh total ±4km, terhitung dari basecamp
Cemoro Kandang hingga Kawah Candradimuka yang terletak di ketinggian 2.550 mdpl
ini.
71 comments
Dulu pas turun lewat jalur Cemoro Kandang itu pas musim hujan, jadi tidak ada debu yang beterbangan, malah pas mau jalan dari POS 1 ke basecamp itu yang kena hujan deras dan ada "beberapa" yang beterbangan.
BalasHapusMungkin karena pas itu sudah hampir gelap dan hujan yak, jadi aku tidak memperhatikan ada plang kuning itu.
Jalur turunya ngeri eh pake seutas tali gitu, naiknya masih dengan jalur rayapan tali yang serupa kah Mas?
Bisa jadi mas, karena itu ukuran plangnya juga nggak gede-gede banget.
HapusIya, masih lewat jalan yang sama. Lewat yang pakai tali-tali itu.
Sampai Kawah Candradimuka berbekal nasi rames dan kurma mas? waaa :o
BalasHapusOh ya pas naik lewat tali itu nggak pakai sarung tangan? terus mulai dari kapan kudu pakai masker?
Kan udah ditambahi sama nasi opor ayam mbak. Hehehe...
HapusEnggak mbak, karena kita nggak tau kalau bakal ada tali-tali begitun, jadi nggak persiapan sarung tangan. Kalau pakai masker, dari basecamp bisa--biar hidung kita aman, nggak kemasukan debu sepanjang trek pendakian. Terus lanjut pas kalau udah deket sama kawah candradimuka, terutama kalau udah mencium bau-bau belerang yang bikin eneg.
Kawah candradimuka kukira cuma ada di Dieng wkwkwk.
BalasHapusLumayan ya treking 4km. Tapi kalo ga bawa beban macam kerir untuk muncak lawu, ya ga berat2 amat sih :D
Disini juga ada :D
HapusIya mas, kemaren cuma bawa logistik--snack sama air minum--doang. Jadi enteng.
Lah, Gunung Lawu punya Kawah ?
BalasHapusKok baru tahu ya wkwk.
Dulu pas ke Lawu ga nemu beginian dah wkwk
Padahal lewat Cemoro Kandang juga kan, naiknya. Kudunya nemu plang warna kuning itu.
HapusHarusnya sebelum ke Lawu aku baca tulisan ini dulu ya wkwk.
HapusKe Lawunya kapan---ini tulisan, keluarnya kapan. Haha
HapusAliran air yang berwarna kebiruan itu! Wah super duper eye-catching.
BalasHapusJadi semacam Kawah Ijen mini hehehe.
Kawahnya seperti latar film-film laga Indonesia jaman jadul tuh. Yang banyak silumannya.
Penonton setia Indosiar, pasti!
HapusEh ternyata Lawu ngeri-ngeri sedap juga ya medannya. Aku jadi inget pas nanjak di Merbabu, kami juga berjalan meniti tebing.
BalasHapus(thetravelearn.com)
Iya...saya pernah baca & lihat di instagram juga itu yang jalur Merbabu lewat tebing-tebing. Yang jalur Suwanting apa ya?
HapusIya betul, Suwanting
HapusWaaah .. jalurnya ditempuh pakai tali begitu ? ... , seru asliii kayak petualang sejati.
BalasHapusMantap !
Pemandangan aliran kali mati, cakep banget !.
Kalo kawah candradimuka pasti bikin merasa begidik didekat sana ..
Iya mas. Sementara ini pakai tali.
HapusMantaaap ...
HapusHehehe 😁
Salut dengan ketangguhanmu 👌
treknya sulit banget, sampai dipasang tali gitu
BalasHapusgak ada trek yang lebih mudah apa? hahaha
belum juga bawa tasnya yang duh berat
aku hmmm sepertinya gak akan ke sini
hahaha
Yen takjak yo wegah..? haha
HapusSementara treknya baru lewat jalur ini aja mbak, belum ada jalur lain sepertinya. *Kecuali kalau mau buka jalur sendiri XD
HapusAmazing banget ya view nya. Aku suka bangga sama orang yang naik gunung. Soalnya aku gak kuat. Mas, waktu trekking di ikutin burung jalak gak? hehe
BalasHapusPas trekking kemarin sempet ketemu sama satu apa dua ekor Jalak Lawu, mbak. Yang lumayan banget sering diikutin / ketemu itu pas muncak lewat Cemoro Sewu beberapa bulan lalu.
HapusUdah beli buat bekel, eh masih tetep disuguhin opor ayam. Rezeki~ :)
BalasHapusSaya baru tahu soal filter rokok itu terurainya bisa 10-12 tahun. Jadi inget waktu itu cerita siapa gitu di Twitter ada yang bikin thread. Dia bangga kuat naik gunung, padahal ngerokok mulu. Tapi buang puntungnya di situ juga. Lebih parah lagi, nandain arah pakai pylox. :')
Bebatuan gitu kalau dilihat-lihat indah juga, ya. Suatu hari jadi ingin juga menginjakkan kaki di kali mati. Haha.
Alkhamdulillah--rejeki anak kost XD
HapusParah itu, mah. Mungkin oke lah bangga, dengan label perokok dan kuat naik gunung. Tapi kalau mbuang puntungnya 'di situ' juga, wah...., parah!
Jadi naik Gunung Lawu bisa nggak ngecamp nginep ya Mas? Bisa pulang lagi di hari yang sama?
BalasHapusBisa banget
HapusDulu 2014 pas ndaki Lawu via CK sempat mau ke sini, tapi urung karena jalurnya yang curam.. Jadi balik dah ke Pos 2 trs lanjut ke puncak..
BalasHapusBerharap semoga dibikinin jalur yang lebih gampang.. haha
Aamiin...
HapusThanks sudah menuliskannya disini Mas. Saya generasi tua yang pernah naik ke Lawu beberapa kali, tapi nggak ngerti ada pemandangan cantik berupa kali mati dan kawah Candradimuka ini.
BalasHapusJadi ngerti setelah membaca tulisan di blog ini.
Sama-sama, Pak Ari. Syukur kalau bermanfaat :)
Hapussaya kagum sekaligus iri dengan mas wisnu. Kagum karena tulisan-tulisannya lengkap (mulai start sampai finis-ditambah dengan foto yang sunggu indah dan bagus jepretan berkelas mas Wisnu.
BalasHapuskeren semua foto-fotonya. memang seorang pencinta trip sejati dan fotografi handal. Iri karena tidak bisa menikmati tempat seindah ini. Terbelenggu dengan rutinitas. Nice post
Walah...kalau predikat pecinta trip sejati & fotografer handal, belum mas. Masih jauh...wkwk
HapusMemang kudu meluangkan waktu mas. Weekend lah, setidaknya bisa digunakan untuk sekedar jalan-jalan mencari udara segar :D
ya wuuslah kalau demikian heheh tapi benar mas, saya suka dengan foto-fotonya mana ulasan mas juga spesifik bangat jadi pembaca setidaknya saya seperti diajak terlibat langsung saat jalan-jalan itu.. hebat...
HapusWah rute dari gunung lawu dan untuk mencapai kawah candra dimuka jalurnya cukup menantang iya, kalau dilihat emang keren sih kawahnya dan bebatuan alamnya juga bagus.
BalasHapusLumayan mas. Apalagi trek dari Pos 2 sampai ke aliran Kali Matinya. Beuh! Ajib!
HapusWeeeh kok bikin mupeng e mas.. Jd pengin blusukan lagi, apalagi jalur pos 2 ke kali matinya, asyik banget tuh. Racun nih, bikin iri aja.. Huhu
BalasHapusKesehatanmu, bosque...
HapusNgaso-ngaso dulu di rumah. Biar tipus-mu mari dhisik xD
allahu akbar trekingnya
BalasHapusetapi masih banyak tanaman perdunya ya mas
suka deh loat kawah dengan berbagai bilangan osksidasi gitu
apalagi yang biru jadi inget kawah putih
ah jadi pengen
Sebvvah komentar dari anak Kimia--->Bilangan oksidasi. Hahaha
HapusKeren perjalanan tripnya hehe, uang 2000 kembalian beli nasi buat apa ? Ckck
BalasHapusBuat tambah-tambahan bayar tiket masuk ke kawasan Gunung Lawu,Dan. Mayan, kan...
HapusPertanyaannya knapa jajan yg dibeli cuma beberapa biji kurma nu? Klo aku yg beli pesti takbungkuske kueku, corobikang, lemper, bolu kukus, apem, wajik, de el el #oke ini komen ga penting...sikjelas uda lumayan amunisi nasbung rames plus tambahan opor gretongannya hahahai...
BalasHapusItu yg air terjun berlumut kebayang licin euy, tp kayaknya syahdu ya.,,,
Ohya sefikit nanya as a orsng awam, klo naek gunung gitu tali temali yg buat manjat tebing emang bawa sendiri pa uda disediain di pos pos trekingnya sih? Maklum ku blom pernah maik gunung
Rada ngeri pas baca istilah kali mati, kirain mau cerita ada unsur mistiknya haha
Btw ke sana emang dlm rangka liburan pa nemenin temen penelitian si
Yagimana mbak...my money sementara cukupnya cuma buat beli 5 biji kurma *kemudian sedih*
HapusAku juga baru ke Lawu doang xD. Setauku sih kalau treknya memang udah dibuka untuk umum--dan itu cukup berbahaya / lumayan curam--biasanya udah disediain tali di setiap posnya mbak.
Main aja. Sama survey kecil-kecilan karena weekend ini (tgl 4 Agustus), mau ngecamp disana bareng temen-temen. Tapi aku gagal ikut karena tetiba ada undangan buat kondangan *kemudian sedih (LAGI)*
Kalau masalah cerita serem dari jalak, kayaknya nggak ada sih. Karena burung itu malah sering 'nemenin' para pendaki buat ikutan naik sampai puncak Lawu. Ya istilahnya semacam jadi penunjuk jalan gitu :)
Oya pnasaran ama yg komen burung jalak, mang ada cerita seremkah soal jalak?
BalasHapusIni luar biasa, suka banget juga sama foto-fotonya...., teringat duluuu banget pernah nginap di teras sebuah mushala di Plaosan, dingin banget, lalu paginya jalan kaki naik.
BalasHapusTerimakasih, pak :)
HapusJalur turunnya sedap banget ya pale tali. Talinya dari tali apa mas?
BalasHapusTali Pramuka, mas.
HapusNtar agustus pas ke Lawu lewat sini gak yaa? Keren bebatuannya , terus turunya juga ngeri-ngeri sedap gitu yaa
BalasHapusTinggal lewat yang jalur mana dulu, mas? Katanya dulu mau lewat Candi Cetho. Misal lewat Candi Cetho, ya nggak bisa mampir (kecuali kalau lintas jalur, ding--Hehe--baru bisa)
Hapuskemarin abis dari kawah bareng temen2 yang luar biasa tangguhnya. kita pake tali webbing buat turun naik trek yg miring banget itu, dan alhamdulillah cukup membantu. semoga kedepannya bisa difasilitasi tali yang lebih kuat di beberapa titik (saat inihanya ada tali pramuka yang licin dan tipis) karena pengunjung kawah juga rame ternyata.
BalasHapusWah, asyique pasti ini, ke kawah rame-rame. Mana pakai webbing lagi, jadi lebih aman dan nyaman. Aamiin. Semoga kedepannya ada tali / jalur yang lebih bagus lagi.
HapusRame kah? Kebetulan pas saya kesana, yang main ke Kawah Candradimuka cuma kami bertiga doang.
Tracknya mayan ngeri yaa... Ngggak tau deh, kayaknya klo aku bakalan nggak berani. Palagi yang curam...
BalasHapusLumayan mbak. Trek yang paling ngeri ya, yang pas harus turun / naik ngelewati tebing yang curam itu doang, sih.
HapusWaahhh mesakne ireng mas :v, tapi ireng karena traveling mah rapopo, yora :v
BalasHapusRapopo ogg, kene cah wani ireng \m/
HapusMantaaap ... 😁
HapusWiiih keren banget mas Wisnu bisa ngelewatin tebing nyaris 90 derajat. Kalo saya mah udah KO duluan. Haha.
BalasHapusPas pertama liat medannya langsung juga berasa takut ragu-ragu mau jadi ke kawah apa enggak. Tapi misal enggak, kok ya, sayang....yaudah bismillah turun. Dan finally sampai. Alkhamdulillah :)
HapusWihh kereennnn
BalasHapusPaling seneng kalo liat blog yang jalan-jalan ke tempat yang gak biasa. Berasa ikut piknik gitu.
*TEPUK TANGANNYA DULU DONG, TOLONG* XD
HapusWhoa... Jalurnya menyenangkan sekali. Wah.. Kalimati juga indah, sayang hutan matinya di papandayan, hahaha
BalasHapusWah sebelum traveling makan opor ayam hangat mas Wakhid pasti bikin semangat dan energi bertambah lagi nih, hehehe.... Pemandangannya bagus banget, medannya itu loh, penuh perjuangan banget
BalasHapusAku malah pengen ke sini tapi melalui Candi Cetho :-D
BalasHapusLintas jalur mas?
HapusDari dulu penasaran sebelah mana tho kawah candradimukanya Gunung lawu ini. Aku dulu pas turun Lawu via Cemoro Kandang juga kurang memperhatikan jalur atau petunjuk ke kawah. Ternyata lumayan serem ya pas turun. Jalur kayak gitu memang mending dilewati pas musim kemarau hahaha. Gak bisa mbayangkan kalau di sana pas hujan.
BalasHapusUntuk belerangnya apakah dibiarkan begitu saja atau ada aktivitas penambangan mas? Seperti halnya Ijen dan Welirang?
Ya seperti itulah medannya kalau mau ke kawah lawu. Lumayan serem...
HapusNggak ada aktivitas penambangan belerang di Lawu, mas. Jadi cuma dibiarkan seperti itu saja.
sepertinya aku bakalan deg2an abis dan panik deh melihat kemiringan sampai 90 derajat lurus begitu, waktu naik merbabu yang hampir 90 derajat aja spot jantung
BalasHapusNgeri mbak. Tapi rasa deg-degan itu terbayar sama pemandangan bagus setelah sampai di Kawah Candradimuka - Lawu, sih. LUNAS!
Hapusjalanannya ekstrim banget, mungkin saya gak akan kuat melewati itu semua
BalasHapusYakin udah di baca? Apa cuma di scroll doang?
Yaudah, yang penting jangan lupa komen yes?
Maturnuwun ^^