Berburu Arca Emas Gua Seplawan di Museum Nasional Jakarta

Rabu, November 28, 2018

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Arca Emas Gua Seplawan di Museum Nasional Jakarta

Jika kalian pernah berkunjung ke Gua Seplawan – Purworejo, tentu tak akan asing lagi dengan keberadaan sebuah patung besar yang berdiri kokoh di dekat jalan masuk menuju mulut gua. Ya, sebuah patung berwarna kuning keemasan ini merupakan replika dari arca yang pernah ditemukan di dalam perut Gua Seplawan. Terbuat dari emas murni dan memiliki berat sebesar 1.5 kg, arca berbentuk Dewa Syiwa dan Dewi Parwati yang ditemukan di tahun 1979 ini, nyatanya tidak disimpan sendiri oleh pemerintah Kabupaten Purworejo, tapi telah diserahkan ke pihak Museum Nasional yang berada di Jakarta.

Nah, sebagai warga Purworejo yang baik, ramah, dan taat membayar pajak kepada pemerintah, di awal bulan November lalu, saya yang penasaran dengan bentuk asli arca emas Gua Seplawan, mencoba menelusuri jejak – jejak arca emas Dewa Syiwa dan Dewi Parwati yang sekarang disimpan di Museum Nasional – Jakarta.

Seperti apa kisahnya, mari ikuti penelusuran saya.... 

How to get there?
Kalau versi saya, nih, ya…Kalian tinggal naik commuter line dan silakan turun di Stasiun Juanda. Dari Stasiun Juanda, lanjut jalan melalui jembatan penyeberangan orang (JPO) yang ada di sisi selatan stasiun. Ambil jalan yang menuju ke arah Masjid Istiqlal, kemudian kita bisa melanjutkan perjalanan menggunakan bus city tour yang tersedia secara gratis. Cuma – cuma, coy… Lumayan, kan, buat pejalan gembel macam saya. Itung – itung ngirit duit di zaman yang serba sulit ini.

Ya Allah…

Tak seperti tahun 2016 lalu, saat saya pernah 3 minggu berada di Jakarta dan pertama kalinya mencoba bus city tour yang antriannya mengular panjang karena armadanya yang terbatas, kejadian antri – antri panjang club seperti ini, sepertinya sudah jarang terjadi. Kenapa? Dari hasil pengamatan yang saya lakukan, ini karena jumlah armada bus tingkat yang disediakan oleh pemerintah Kota Jakarta sudah semakin banyak. Tinggal naik bus sesuai jadwal keberangkatan, pilih tempat duduk di lantai bawah atau lantai atas, dan jangan lupa untuk turun di halte Monas.

Kalau bingung halte Monas ada disebelah mana, bisa tanya ke petugas. Bilang aja : “Mas, kalau ke Museum Nasional turun dimana, ya?”. Nanti bakal dikasih tau, kok.

Oiya, seinget saya, dari Masjid Istiqlal, bus akan melewati 2 halte di kawasan Monas. Berhubung bus yang saya naiki waktu itu hanya berhenti di halte yang kedua, jadi untuk ke Museum Nasional, saya lanjut nyeberang lagi lewat JPO ( di depan Gedung Sapta Pesona – Kementerian Pariwisata ) dan berjalan ke utara. Ya… kurang lebih 100 meter jauhnya dan sukses bikin keringetan tipis – tipis. Hehe…

Ke-odongan yang Menguntungkan…
Geli sebenernya kalau nginget kejadian ini.

Jadi setelah jalan ±100 meter, sampailah saya di depan Museum Nasional dan langsung nylonong masuk ke gedung sebelah selatan. Ya, saya langsung masuk tanpa ditarik uang sepeserpun. Alhamdulillah…

Arca Emas Gua Seplawan di Museum Nasional Jakarta

Di galeri sebelah selatan ini, pengunjung akan disuguhi dengan ratusan koleksi arca – arca bersejarah dari abad 13 hingga abad ke-15 yang masih terpengaruh dengan kerajaan Hindu – Buddha di Indonesia. Ukurannya pun beragam. Ada yang sedang, ada pula yang tinggi dan besar. Satu arca yang sukses membuat saya kagum adalah arca yang terletak di ujung galeri dengan ukuran yang cukup tinggi. Hampir 4 meteran mungkin.

Arca Emas Gua Seplawan di Museum Nasional Jakarta
Patung Bhairawa.
Menurut Wikipedia, ketinggian patung ini mencapai 414 cm dan menjadi patung tertinggi yang ada di Museum Nasional.

Nah, berhubung setelah berkeliling di galeri sebelah selatan saya tidak menemukan arca emas Gua Seplawan yang dicari, saya kemudian berpindah ke gedung sebelah utara.

Oh, ada jalan pintasnya, ternyata…

Entah ini jalan pintas atau bukan, sebenarnya. Karena ruangan yang saya lewati ini menghubungkan lobi galeri Museum Nasional sebelah selatan dengan lobi galeri sebelah utara. Dan satu ke-odongan yang saya syukuri setelah melewati “jalan pintas” itu adalah, saya tidak perlu repot – repot membeli tiket masuk galeri Museum Nasional sebelah utara dan bisa langsung masuk ke galeri museum dengan gratis (lagi). Padahal diluar gedung, antrian pengunjung yang membeli tiket masuk waktu itu lumayan panjang, lho. Hahaha…Terimakasih, ya Allah…

Ternyata, Arca Emas Itu…
Setelah menitipkan tas ke petugas, saya kemudian masuk ke galeri utara Museum Nasional. Berbeda dengan galeri sebelah selatan yang hanya dibuka 1 lantai, di galeri sebelah utara, pengunjung bisa melihat benda – benda koleksi museum hingga di lantai 4.

Di lantai pertama, pengunjung bisa melihat beberapa diorama tentang kehidupan awal manusia pra-sejarah. Kalau boleh saya gambarkan, kurang lebih mirip dengan beberapa diorama yang ada di Museum Manusia Purba Sangiran – Jawa Tengah.

Di lantai kedua dan ketiga, ada beberapa replika dari prasasti – prasasti yang pernah ditemukan di Indonesia, kemudian koleksi transportasi seperti perahu, sepeda, Railbus Bathara Kresna ( Railbus nggak ada, ding, ehe... ), replika rumah adat, serta beberapa pakaian adat khas Indonesia. Jujur, karena tujuan utama saya ke Museum Nasional adalah untuk melihat bentuk asli dari arca emas Gua Seplawan, jadi saya tidak terlalu banyak mengambil foto di lantai 1, 2, dan 3.

Arca Emas Gua Seplawan di Museum Nasional Jakarta

Arca Emas Gua Seplawan di Museum Nasional Jakarta

Arca Emas Gua Seplawan di Museum Nasional Jakarta

Daaaaan, perjalanan saya untuk berburu arca emas Gua Seplawan di Museum Nasional akan semakin dekat, setelah melihat papan keterangan bertuliskan “Lantai 4 : Koleksi Emas dan Keramik.”

YASH! I’m coming, Pedro…

Pintu lift yang saya naiki dari lantai 3, terbuka. Dengan semangat 45, kaki saya ayunkan untuk berjalan lebih cepat menuju galeri di lantai 4 yang menyimpan koleksi emas dan keramik.

PLETAK!

( ( (Hmmmm...PLETAK!!!) ) )

Hati saya sedikit retak ketika membaca sebuah tulisan yang ditujukan khusus bagi para pengunjung, yang tidak diperbolehkan mengambil foto atau dokumentasi lain dalam bentuk APAPUN, dari koleksi emas dan keramik yang di display di ruang pamer. Baiklah. Tak apa, pikir saya. Setidaknya, nanti di dalam ruangan, saya masih bisa melihat bentuk asli dari arca emas kebanggan warga Purworejo ini.

Memasuki ruang pamer di lantai 4, saya langsung dibuat terpesona dengan kilauan emas yang di display di balik dinding kaca. Kalung, anting, gelang, serta beberapa perhiasan emas pelengkap lainnya yang sering dikenakan oleh raja maupun ratu zaman dahulu, tertata rapi bak toko emas yang lengkap dengan Maneki Neko-nya. Satu hal yang membuat saya bertanya – tanya adalah, di ruangan ini saya tidak menemukan arca emas sama sekali. Bahkan setelah mencoba mengelilingi galeri ini hingga 2X pun, arca emas Gua Seplawan tidak berhasil saya temukan :(

“Mbak, arca ini nggak di display, ya?” Sambil menunjukkan sebuah gambar di smartphone, saya mencoba bertanya ke petugas yang ada disana.

“Wah, kurang tau saya, kak…”

Hati yang sempat retak karena tidak diperbolehkan mengambil foto di lantai 4, seketika hancur lebur tak bersisa, saat saya tidak berhasil menemukan arca emas yang menjadi bahan “buruan” saya hari itu. Huaaa.....

Ternyata, arca emas itu tidak di display, sodara…


Agar supaya tidak kecewa - kecewa sangat sekali, sebagai gantinya, saya ambilkan foto arca emas Gua Seplawan dari blog budayapurworejo.blogspot.com, saja ya…Kurang lebih seperti inilah bentuknya.

Arca Emas Gua Seplawan di Museum Nasional Jakarta

Arca Siwa dan Parwati ini berdiri di atas dua buah lapik ( semacam alas ). Lapik pertama berbentuk persegi dengan bahan perak dan berukuran 4.6 cm x 9.8 cm x 9.8 cm. Sedangkan lapik kedua berbentuk Padma dari emas berukuran 2.9 cm x 7.2 cm, yang pada permukaannya dihias dengan motif geometris. Tinggi arca Siwa 12.6 cm, sedangkan arca Parwati hanya 11.7 cm. Arca tersebut termasuk dalam golongan arca chala, yaitu arca yang dapat dipindahkan karena berukuran kecil.
( Sumber : budayapurworejo.blogspot.com )

You Might Also Like

17 comments

  1. Tadi saya juga penasaran banget itu bentuk arca emasnya. Eh ternyata tidak boleh dipotret ya,ikut kecewa jadinya. Saya yang di jakarta belum pernah kesana. Semoga lain waktu bisa kesana ah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mas. Kecewanya lagi, ternyata arca emas ini nggak di display di ruang pamer. Jadi kemarin juga belum sempet lihat bentuk aslinya seperti apa...Semoga...

      Hapus
  2. ckckck antara odong sama sengaja ga bayar beda tivis kang wkwkwk tapi bolelah tipsnya dicoba biar ga beli tiket wkwkwkk *emak irits banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha...karena pas masuk di galeri sebelah selatan itu memang nggak ada petugas di bagian ticketing kayaknya, mbak. Jadi saya bisa nylonong masuk.

      Hapus
  3. Cocok ni kalo dibawa pulang menghiasi taman di rumah. tapi takut diambil orang. biar di museum aja ya...

    BalasHapus
  4. Asik masuknya gratis ya, Mas?
    Seru banget kalau bisa ngunjungi tempat seperti itu, setidaknya aku tahu dulu dari postingan ini sebelum nantinya pengen kesana juga. Ya, siapa tau bisa kesana.

    Padahal penasaran banget, eh ternyata gak boleh d.foto ya, Mas?
    Tapi tak apalah mau gimana pun kalau memang seperti itu peraturannya mau gimana lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu itu saya gratis *karena kebetulan juga mungkin :D

      Iya, sayangnya lagi pas sampai sana, arca emas ini malah nggak ada di ruang pamer. Jadi ya, agak kecewa juga karena belum bisa lihat bentuk arca emas Gua Seplawan secara langsung

      Hapus
    2. Mungkin next time bs lihat scr langsung. Amin...

      Hapus
  5. Di tempat aslinya kok malah dikasih yg replika, gimana sih 🙄🙄

    Mungkin biar aman kali ya, tp di sisi lain agak miris sih. Kita ga bisa liat arca-arca di tempat aslinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin mas. Jadi biar lebih aman dan terawat, dihibahkan langsung ke pihak Museum Nasional

      Hapus
  6. Seumur-umur belum pernah masuk ke gedung yang sebelah kiri. Waktu ke sana tahun lalu masih direnovasi, jadi cuma masuk ke bagian yang kanan. Memang lumayan banyak sih koleksinya di museum ini. Nanti main ke sana lagi aaah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kiri - kanannya dari sebelah mana ini, kak? Bingung aku..
      Taunya cuma utara - selatan. Hehe

      Hapus
  7. Itu Munas ama Monas rada mirip yak, bisa-bisa salah tujuan hahaha.

    Btw mungkin ga boleh di foto biar gak tersebar di dunia maya dan bikin orang pengen bikin film action dengan judul yang sama alias merampok arca emas hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu aku mikir e juga sama mbak. Satu tempat gitu. Tak kira museumnya ini di bagian bawah Monas. Oh ternyata bukan. Beda lokasi.

      Bisa jadi sih. Analisis yang bisa masuk akal. Hahaha

      Hapus
  8. Kok bisa nggak bayar? Emang di situ nggak ada pembatas atau warning untuk pembelian tiket gitu? Wah parah.

    Btw, kalau dilarang ngambil gambar, harusnya hape dan kamera pengunjung dititip dong selama kunjungan untuk mencegah tangan-tangan nakal. Huhu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pas saya kesana sih sepertinya nggak ada. Bisa langsung masuk gitu.

      Bener juga ini. Lebih efektif gini sih, daripada petugas jaganya harus ngingetin pengunjungnya satu-satu.

      Hapus

Yakin udah di baca? Apa cuma di scroll doang?
Yaudah, yang penting jangan lupa komen yes?
Maturnuwun ^^

FIND BLOGPOST

Total Viewers